Senin, November 29, 2010

Agar Hati Tidak Membatu

Agar Hati Tidak Membatu

Posted: 27 Nov 2010 04:00 PM PST

Segala puji bagi Allah, yang membentangkan tangan-Nya untuk menerima taubat hamba-hamba-Nya. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi-Nya, teladan bagi segenap manusia, yang menunjukkan kepada mereka jalan yang lurus menuju ampunan dan ridha-Nya. Amma ba’du.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidaklah seorang hamba mendapatkan hukuman yang lebih berat daripada hati yang keras dan jauh dari Allah.” (al-Fawa’id, hal. 95).

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh celaka orang-orang yang berhati keras dari mengingat Allah, mereka itu berada dalam kesesatan yang amat nyata.” (QS. az-Zumar: 22).

Syaikh as-Sa’di rahimahullah menerangkan, “Maksudnya, hati mereka tidak menjadi lunak dengan membaca Kitab-Nya, tidak mau mengambil pelajaran dari ayat-ayat-Nya, dan tidak merasa tenang dengan berzikir kepada-Nya. Akan tetapi hati mereka itu berpaling dari Rabbnya dan condong kepada selain-Nya…” (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 722).

Ciri-Ciri Orang Berhati Keras

Syaikh as-Sa’di rahimahullah menerangkan, bahwa ciri orang yang berhati keras itu adalah tidak lagi merespon larangan dan peringatan, tidak mau memahami apa maksud Allah dan rasul-Nya karena saking kerasnya hatinya. Sehingga tatkala setan melontarkan bisikan-bisikannya dengan serta-merta hal itu dijadikan oleh mereka sebagai argumen untuk mempertahankan kebatilan mereka, mereka pun menggunakannya sebagai senjata untuk berdebat dan membangkang kepada Allah dan rasul-Nya (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 542)

Orang yang berhati keras itu tidak bisa memetik pelajaran dari nasehat-nasehat yang didengarnya, tidak bisa mengambil faedah dari ayat maupun peringatan-peringatan, tidak tertarik meskipun diberi motivasi dan dorongan, tidak merasa takut meskipun ditakut-takuti. Inilah salah satu bentuk hukuman terberat yang menimpa seorang hamba, yang mengakibatkan tidak ada petunjuk dan kebaikan yang disampaikan kepadanya kecuali justru memperburuk keadaannya (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 225).

Orang yang memiliki hati semacam ini, tidaklah dia menambah kesungguhannya dalam menuntut ilmu melainkan hal itu semakin mengeraskan hatinya… Wal ‘iyadzu billah (kita berlindung kepada Allah darinya)… Maka sangat wajar, apabila sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu mengingatkan kita semua, “Ilmu itu bukanlah dengan banyaknya riwayat. Akan tetapi hakekat ilmu itu adalah rasa takut.” Abdullah anak Imam Ahmad pernah bertanya kepada bapaknya, “Apakah Ma’ruf al-Kurkhi itu memiliki ilmu?!”. Imam Ahmad menjawab, “Wahai putraku, sesungguhnya dia memiliki pokok ilmu!! Yaitu rasa takut kepada Allah.” (lihat Kaifa Tatahammasu, hal. 12).

Sebab Hati Menjadi Keras

Sebab utama hati menjadi keras adalah kemusyrikan. Oleh sebab itu Ibnu Juraij rahimahullah menafsirkan ‘orang-orang yang berhati keras’ dalam surat al-Hajj ayat 53 sebagai orang-orang musyrik (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [5/326]). Demikian pula orang-orang yang bersikeras meninggalkan perintah-perintah Allah dan orang-orang yang memutarbalikkan ayat-ayat Allah (baca: ahlul bid’ah); mereka menyelewengkan maksud ayat-ayat agar cocok dengan hawa nafsunya. Orang-orang seperti mereka adalah orang-orang yang berhati keras (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 225). Selain itu, faktor lain yang menyebabkan hati menjadi keras adalah berlebih-lebihan dalam makan, tidur, berbicara dan bergaul (lihat al-Fawa’id, hal. 95)

Lembut dan Kuatkan Hatimu!

Sudah semestinya seorang muslim -apalagi seorang penuntut ilmu!- berupaya untuk memelihara keadaan hatinya agar tidak menjadi hati yang keras membatu. Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa hati seorang hamba akan menjadi sehat dan kuat apabila pemiliknya menempuh tiga tindakan:

1. Menjaga kekuatan hati. Kekuatan hati akan terjaga dengan iman dan wirid-wirid ketaatan.
2. Melindunginya dari segala gangguan/bahaya. Perkara yang membahayakan itu adalah dosa, kemaksiatan dan segala bentuk penyimpangan.
3. Mengeluarkan zat-zat perusak yang mengendap di dalam dirinya. Yaitu dengan senantiasa melakukan taubat nasuha dan istighfar untuk menghapuskan dosa-dosa yang telah dilakukannya (lihat Ighatsat al-Lahfan, hal. 25-26)

Sungguh indah perkataan Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Setiap hamba pasti membutuhkan waktu-waktu tertentu untuk menyendiri dalam memanjatkan doa, berzikir, sholat, merenung, berintrospeksi diri dan memperbaiki hatinya.” (dinukil dari Kaifa Tatahammasu, hal. 13). Ibnu Taimiyah juga berkata, “Dzikir bagi hati laksana air bagi seekor ikan. Maka apakah yang akan terjadi apabila seekor ikan telah dipisahkan dari dalam air?” (lihat al-Wabil ash-Shayyib). Ada seseorang yang mengadu kepada Hasan al-Bashri, “Aku mengadukan kepadamu tentang kerasnya hatiku.” Maka beliau menasehatinya, “Lembutkanlah ia dengan berdzikir.”

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang menginginkan kejernihan hatinya hendaknya dia lebih mengutamakan Allah daripada menuruti berbagai keinginan hawa nafsunya. Hati yang terkungkung oleh syahwat akan terhalang dari Allah sesuai dengan kadar kebergantungannya kepada syahwat. Hancurnya hati disebabkan perasaan aman dari hukuman Allah dan terbuai oleh kelalaian. Sebaliknya, hati akan menjadi baik dan kuat karena rasa takut kepada Allah dan ketekunan berdzikir kepada-Nya.” (lihat al-Fawa’id, hal. 95)

Langkah Selanjutnya?

Dari keterangan-keterangan di atas, dapatlah kita simpulkan bahwa untuk menjaga hati kita agar tidak keras dan membatu adalah dengan cara:

1. Beriman kepada Allah dan segala sesuatu yang harus kita imani
2. Mentauhidkan-Nya, yaitu dengan mempersembahkan segala bentuk ibadah hanya kepada-Nya dan membebaskan diri dari segala bentuk penghambaan kepada selain-Nya
3. Melaksanakan ketaatan kepada-Nya dan taat kepada rasul-Nya
4. Meninggalkan perbuatan dosa, maksiat dan penyimpangan
5. Banyak mengingat Allah, ketika berada di keramaian maupun ketika bersendirian
6. Banyak bertaubat dan beristighfar kepada Allah untuk menghapus dosa-dosa kita
7. Menanamkan perasaan takut kepada Allah dan berusaha untuk senantiasa menghadirkannya dimana pun kita berada
8. Merenungi maksud ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
9. Selalu bermuhasabah/berintrospeksi diri untuk memperbaiki diri dan menjaga diri dari kesalahan yang pernah dilakukan di masa lalu
10. Bergantung kepada Allah dan mendahulukan Allah di atas segala-galanya

Ya Allah, lunakkanlah hati kami dengan mengingat-Mu dan bersyukur kepada-Mu…

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi

Artikel www.muslim.or.id

Minggu, November 15, 2009

sedekah

"Setiap ruas tulang manusia sebaiknya disedekahi (oleh pemiliknya) setiap hari, (sebagai pernyataan syukur kepada Allah atas keselamatan tulang-tulangnya. Dan macam sedekah itu banyak sekali), di antaranya berlaku adil di antara dua orang yang bersengketa, membantu teman ketika menaiki tunggangannya atau menaikkan barang temannya ke punggung tunggangannya, ucapan yang baik, setiap langkah yang kamu ayunkan untuk melakukan salat adalah sedekah dan menyingkirkan sesuatu yang merugikan di jalan, juga sedekah" [HR. Bukhari dan Muslim dariAbu Hurairah ra]

Kamis, Oktober 15, 2009

Monday, October 12, 2009

Utamakan pandangan ALLAH melebihi pandangan manusia


Ikhlas. Mudah di sebut namun susah untuk didapati. Diibaratkan oleh seorang sahabat r.a. umpama semut hitam di atas batu hitam di malam yang pekat gelap. Begitulah susahnya mencapai darjat keikhlasan ini. Syeikh Al Khushairi seorang pengasas Tasauf menerangkan bahawa ikhlas itu ialah mengerjakan ibadah kerana ingin memperdekatkan diri kepada Allah s.w.t. bukan kerana untuk mencari kesayangan orang atau sesuatu hal yang lain selain daripada Allah Tuhan yang menjadikan kita.

Orang yang tidak mempunyai keikhlasan hati bererti dia hidup dan bekerja hanya untuk dorongan hawa nafsu sahaja yang merugikan diri sendiri saja. Padahal ALLAH TA'ala memerintahkan kita semua beramal dan beribadat dengan keikhlasan hati. Segala pengabdian diri terhadap Allah hendaklah dilakukan seikhlas-ikhlasnya dengan penuh kebenaran, keadilan, kebijaksanaan dan kesabaran, sepertimana firman Allah s.w.t. di dalam surah Al-A'raf

Maksudnya: "Hadapkanlah muka kamu dengan lurus, tulus dan ikhlas tiap-tiap mengerjakan sembahyang dan serulah Tuhanmu sambil mengikhlaskan diri kepadaNya"


Musuh utama bagi IKHLAS adalah RIYAK,UJUB,TAKBUR dan seangkatan dengannya. Sifat-sifat ini adalah racun berbisa yang dicucuk oleh syaitan yang adakalanya menyusup masuk ke hati tanpa kita sedari. Bagi yang sedar pula,susah baginya untuk menghindar dan bisanya mazmumah ini yang mana ia sangatlah berbahaya hingga boleh melumpuhkan iman dan tauhid manusia.

Muadz bin Jabal r.a. berkata:bersabda Rasulullah SAW:
"Sesungguhnya sedikit riya' itu sudah termasuk syirik. DAn siapa yang memusuhi seorang waliyullah, bererti telah berperang dengan Allah. Dan Allah kasih sayang pada hambaNya yang taqwa."

Keikhlasan seseorang dalam amal perbuatannya tidak boleh dinilai melalui luaran sahaja. Hati yang ikhlas akan terpancar pada amalannya yang bersih dari riya' yang jelas mahupun yang samar.Keikhlasan seseorang yang abrar biasanya terarah kepada pahala yang dijanjikan Allah terhadap hambaNya yang ikhlas yang mengambil ayat "iyyaKa na'budu"(Hanya pada Mu kami menyembah dan tidak kami persekutukan Engkau dalam ibadat ini kepada sesuatu yang lain).

Keihlasan seseorang yang muqarrabin(dekat) pula ialah yang menerapkan pengertian "Laa haula wala quwwata illa billah" : Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Tiada langsung kekuatan melainkan semuanya daripada Allah semata-mata. Golongan ini merasakan setiap amal dan ibadatnya hanyalah semata-mata kerana kurnia Allah padanya, bukan kerana ilmunya mahupun kekuatannya sendiri. Ini diambil dari ayat "iyyaka nasta'in": (Hanya padaMu kami mengharap bantuan pertolongan.)

Rasulullah SAW ada bersabda,
"Barangsiapa merendah diri, Allah akan memuliakannya dan barangsiapa meninggi diri Allah akan menghinanya"

Menurut Imam Al-Ghazali, keikhlasan itu sememangnya susah untuk didapati namun perlulah kita berusaha mendidik hati ke arah keikhlasan itu. Umpama seorang ibu yang mendidik seorang anak untuk mengerjakan solat,di awalnya pasti akan dipaksa dahulu sang anak untuk bersolat,bukan datang dari keinginan nya sendiri. Begitu juga dalam kita bekerja apatah lagi beribadat. Jangan jadikan statement "takut tidak ikhlas" sebagai alasan untuk tidak melaksanakan ibadat. Paksalah diri untuk melakukannya dengan niat untuk mencapai redha Allah dan mengharap balasan pahala darinya. Cuba untuk ikhlaskan sehabis mungkin meskipun pasti akan dicemari juga pada awalnya dengan rasa tidak ikhlas.

Rasulullah saw. bersabda, “Ikhlaslah dalam beragama; cukup bagimu amal yang sedikit.”

Bagi orang-orang 'alim pula berhati-hatilah dengan ilmu yang ada jangan sampai hilang keikhlasan dan timbul riyak atas kelebihan ilmu yang dimilikinya. Ibrahim bin Adham pernah berkata, tidak benar-benar bertujuan kepada Allah siapa yang ingin masyhur. Orang yang hatinya sentiasa ingin masyhur,dipandang,dipuja dan dipuji manusia lain bermaksud hatinya telah bernanah dengan bisa sifat riyak ini.

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali dilakukan dengan ikhlas dan mengharap redha-Nya.”

Sentiasalah kita bermuhasabah pada setiap amalan kita. Utamakan pandangan ALLAH Ta'ala melebihi pandangan manusia. Takut-takut di akhirat sana nanti tiada apa yang tinggal untuk dipersembahkan pada Allah Ta'ala. Moga-moga Allah Ta'ala memelihara kita daripada sifat riyak ini. Ikhlaskanlah hati dan jiwa kita hanya mengharap kan Redha dari Allah semata-mata.

La haula wala quwwata illa billah.
Astaghfirullah al adzim.


Allah



copy dari friendster

ikhlas



copy dari ....

muslim

Penjelasan Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz Dzahabi

Tidak selayaknya bagi anda wahai faqih (ahli fikih), untuk tergesa-gesa mengafirkan seorang muslim, kecuali dengan bukti yang nyata. Sebagaimana anda tidak boleh berkeyakinan kearifan dan kewalian seorang yang telah nyata kesesatannya, tersingkap batin dan kemunafikannya. Tidak boleh dilakukan ini ataupun itu, yang benar adalah selalu bersikap adil, yaitu: orang yang telah dinilai oleh kaum muslimin sebagai orang saleh dan baik, maka dia demikian adanya karena mereka adalah para saksi Alloh di dunia, dan orang yang dinilai oleh umat Islam sebagai orang yang durhaka, munafik, orang batil, maka dia demikian adanya.

Sedangkan orang yang divonis sesat oleh satu kelompok, sedangkan kelompok lain memuji dan mengagungkannya, dan kelompok lain lagi enggan untuk berkomentar dan berhati-hati, tidak berani untuk mendiskreditkannya, maka kasus seperti ini termasuk polemik yang harus dijauhi, duduk masalahnya kita serahkan kepada Alloh dan dimintakan ampun baginya secara umum. Sebab keislamannya diyakini keberadaannya, sedangkan kesesatannya masih diragukan. Dengan ini anda akan hidup tenang, hati anda suci dari rasa iri terhadap kaum muslimin.

Ketahuilah bahwa seluruh ahlul kiblah (kaum muslimin dengan berbagai alirannya), baik mukmin, fasik, sunni maupun seorang ahli bid’ah -selain para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam – tidak pernah ada kesepakatan (ijma’) tentang seseorang muslim, bahwa ia sebagai orang yang berbahagia lagi selamat (dari neraka) dan tidak juga bahwa ia sebagai sosok yang celaka lagi binasa

Sahabat Abu Bakar Ash Shiddiq seorang tokoh tanpa tandingan dari umat ini, anda tahu bahwa manusia tidak sepakat tentang beliau. Demikian juga halnya Umar, Utsman, Ali, Ibnu Zubair, Al Hajjaj, Al Makmun, Bisyr Al Mirrisi, Imam Ahmad, Syafii, Bukhari, An Nasa’i dan seterusnya, baik dari figur-figur baik maupun tokoh-tokoh jahat hingga hari ini. Tidak ada seorang panutan dalam kebaikan kecuali pasti ada oknum-oknum dari orang-orang bodoh dan ahli bid’ah yang mencela dan menjelek-jelekannya. Juga tidak ada seorang gembong dalam aliran Jahmiyyah maupun Syi’ah, melainkan pasti ada sekelompok orang yang akan membela, dan melindungi, serta menganut pemahamannya, tentunya atas dorongan hawa nafsu dan kebodohan. Tolok ukur sebenarnya adalah pendapat mayoritas kaum muslimin, yang bebas dari pengaruh hawa nafsu dan kebodohan (netral), yang berhati-hati lagi berilmu.

Cermatilah wahai hamba Allah, sekte Al Hallaj, yang dia adalah pemuka Qaramithah (kebatinan) dan penjaja kekufuran, berbuat adillah dan berhati-hatilah dalam bersikap, introspeksi diri anda, jika kemudian terbukti menurut anda bahwa perangai orang tersebut adalah perangai musuh Islam, gila pangkat, gandrung pada popularitas, baik dengan cara benar maupun salah, maka jauhilah ajarannya. Kalau terbukti menurut anda, -semoga Allah melindungi kita-, bahwa dia adalah seorang yang menyebarkan kebenaran lagi mendapatkan petunjuk, maka perbaharuilah keislaman anda, mintalah kepada Robbmu agar memberikan taufik-Nya kepada anda untuk menuju kepada kebenaran, memantapkan hati anda di atas agama-Nya. Sesungguhnya hidayah adalah cahaya yang dilontarkan pada qalbu seorang muslim, dan tidak ada kekuatan kecuali dengan Allah. Jika anda diliputi keraguan, belum mengetahui hakikat orang ini, dan anda cuci, merasa berlepas diri dari tuduhan-tuduhan yang diarahkan kepadanya, dengan ini anda telah menyamankan diri anda, dan Allah tidak akan bertanya kepada anda tentang orang ini. (Siyar A’lamin Nubala’ 14: 343).

cuplikan dari Muslim.co.id

Jumat, Juni 19, 2009

bersedekah

Tiba-tiba teringat perkataan bijak dari seorang ustadz yang mengutip hadits Nabi.

Setiap anggota tubuh manusia wajib disedehai, setiap hari ketika matahari terbit, di saat engkau berlaku adil terhadap dua orang (yang bertikai) adalah salah satu bentuk sedekah. Engkau menolong seseorang naik ke atas kendaraannya, atau membantu mengangkatkan barangnya, juga termasuk bentuk sedekah. Perkataan baik juga termasuk sedekah. Ayunanlangkahmu ke masjid, juga termasuk sedekah. Menghilangkan gangguan di jalan, termasuk bentuk sedekah juga. HR Bukhari dan Muslim.

Cuplikan dari Bersedekah Tanpa Sadar-Daengita's Blog